Bengkel kata Mutiara


1. perjuangan berat dan menghasilkan hasil yang baik lebih nikmat daripada tanpa perjuangan tapi mendapatkan hasil yang baik

2. hidup itu kosong walau anda kaya raya tapi tanpa ibadah

3. sekarang adalah waktu yang paling tepat memikirkan keburukan di belakang untuk memperbaikinya di masa yang akan datang

4. perbuatan yang baik itu di mulai dari mengingat Tuhan

5. keberhasilan itu tergantung dari pikiran anda sendiri, barengilah dengan do'a

6. kemauan itu adalah kunci dari sebuah hasil yang besar

7. gunakan hati nurani anda yang dalam bila anda menerima ujian berat

8. mengasihi ibumu dan jagalah ahtinya, karena ibumu itu adalah sebaik-baiknya orang yang paling harus kamu kasihi

9. semngat yang membara dapat membuat perubahan yang besar pada diri anda jika anda bersungguh-sungguh

10. satu kata yang membuat anda bisa hebat dalam satu bidang "mencoba"

11. jangan hiraukan umur anda ...raihlah sesuatu yang anda ingin dalam hidup ini selagi itu tak berdampak negatif pada hidup anda

12. jangan pernah lupa untuk "bersyukur" dengan apa yang anda dapat selama ini

Tips 5 Manfaat Penting Ponsel yang Belum Banyak Diketahui Orang


Ternyata ponsel juga punya banyak manfaatnya selain bisa nelpon, sms, internetan, dll..

1. Tips atau cara meminta pertolongan dengan Nomor Darurat

Nomor darurat untuk ponsel atau telpon genggam adalah 112. Jika anda sedang di daerah yang tidak dapat menerima sinyal telepon dan perlu memanggil pertolongan, anda bisa tekan nomor 112 dari handphone atau ponsel anda. Ponsel anda akan mencari network atau jaringan yang ada untuk menyambungkan nomor darurat bagi anda. Yang menarik, nomor 112 juga bisa ditekan walaupun keypad ponsel anda terkunci atau dilock.

2. Kunci mobil anda ketinggalan di dalam mobil? Ini tips nya:

Anda memakai kunci mobil remote? Kalau kunci mobil anda ketinggalan dalam mobil dan remote cadangannya di rumah, anda tinggal telpon orang rumah dengan ponsel, lalu dekatkan ponsel atau HP anda kurang lebih 30 cm dari mobil. Mintalah orang rumah untuk menekan tombol pembuka pada remote cadangan yang ada di rumah (waktu menekan tombol pembuka remote, mintalah orang rumah mendekatkan remotenya ke telepon yang dipakainya).

3. Tips atau cara men-charge baterai ponsel atau HP dengan baterai cadangan yang tersembunyi:

Kalau baterai handphone atau ponsel anda hampir habis, padahal anda sedang menunggu telpon penting, silahkan tekan *3370#, maka telpon anda otomatis akan melakukan restart. Baterai Hp atau ponsel anda akan bertambah 50%. Baterai cadangan ini akan terisi waktu anda men-charge HP anda (tips ini hanya untuk ponsel buatan Nokia).

4. Tips untuk mengecek keabsahan mobil atau motor anda ( khusus area Jakarta):

Untuk mengetahui keabsahan atau kebenaran informasi mengenai data kendaraan anda, silahkan ketik : metro no polisi kendaraan anda. Contoh : metro B 3660 LO. Lalu kirim ke 1717, nanti akan ada balasan dari kepolisian mengenai data-data kendaraan anda. Tips ini juga berguna untuk mengetahui data-data mobil bekas yang hendak anda beli atau incar.

5. Tips meminta bantuan polisi jika anda sedang terancam jiwanya karena dirampok atau ditodong seseorang:

Jika anda dirampok atau ditodong seseorang dan memaksa anda mengambil uang di ATM, maka untuk mengeluarkan uang dari mesin ATM, anda bisa minta pertolongan diam-diam dengan memberikan nomor pin secara terbalik. Misalnya nomor asli pin anda adalah 1254, inputlah menjadi 4521 di ATM, maka mesin ATM akan mengeluarkan uang anda juga tanda bahaya ke kantor polisi tanpa diketahui si perampok atau penodong tersebut. Fasilitas ini tersedia di seluruh ATM tapi hanya sedikit orang yang mengetahuinya.

Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6638012

Kecintaan Al-Qaradhawi untuk Umat Islam Indonesia

Untuk yang keenam kalinya Ulama besar, Syaikh DR. Yusuf Al-Qaradhawi yang juga Ketua Ulama Islam Internasional berkunjung ke Indonesia. Bumi Allah yang selalu dicintainya, dirindukannya, dan harapan besar beliau akan peranan Indonesia yang lebih besar dalam percaturan umat dunia. Berikut wujud kecintaan beliau terhadap umat Islam Indonesia yang dituangkan dalam nasihat yang disampaikan di Masjid Istiqlal pada hari Jum’at, 12 Januari 2007, yang diterjemahkan oleh Ust. H.M. Anis Matta:

Salam penghormatan dan kedamaian Islam dari pribadi saya, dari saudara-saudara Islam di Qatar dan saudara-saudara Islam dari seluruh negeri Arab. As-salamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Setiap kali saya berkunjung ke Indonesia, selalu saya dapati bahwa Indonesia selalu makin baik dari pada sebelumnya. Saya mendapati fakta bahwa Indonesia selalu lebih baik dari pada hari-hari sebelumnya. Ini adalah negeri yang paling saya cintai, negeri yang menempati hati saya, dan karena itu saya selalu berdoa agar negeri Indonesia ini atas izin Allah swt akan memainkan peran yang lebih penting dari pada sebelumnya.

Pada kunjungan saya terakhir, saat masa Presiden Habibie, saya menyaksikan langsung fenomena kebangkitan dan semangat kembali kepada Islam, dan fakta yang saya saksikan sekarang ini jauh lebih baik dari saat itu insya Allah.

Bangga Menjadi Muslim

Sesungguhnya Allah memberikan kepada kita nikmat yang luar biasa dan karunia yang tak terhitung jumlahnya. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, pasti kamu tidak sanggup menghitungnya.” (An-Nahl: 18)

Di antara nikmat yang tidak terhitung itu adalah ni’matul wujud atau nikmat kehidupan. Bahwa kita dijadikan salah satu makhluk-Nya yang hidup di alam raya ini. Kehidupan ini memberikan kepada kita hak-hak yang lain setelah Allah swt memberikan eksistensi kita dalam kehidupan.

Karunia kedua, ni’matul insan, fakta bahwa kita adalah manusia yang ditetapkan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk lainnya. Karunia ketiga, ni’matul aql atau karunia akal. Allah swt memberi kepada kita kemampuan membaca dan menulis, kemampuan untuk menjelaskan, kekuatan untuk memahami fenomena di alam raya ini.

Lain dari pada itu, ada karunia yang jauh lebih besar. Adalah ni’matul hidayah ilal Islam, karunia petunjuk menjadi seorang muslim. Inilah nikmat yang paling mulia. Dan ini tidak Allah berikan kepada semua manusia, melainkan hanya kepada kita. Karena itu nikmat ini haruslah kita syukuri. Inilah jalan satu-satunya yang Allah berikan kepada kita agar kita mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat.

“Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, pasti akan Aku tambah. Tapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, ketahuilah bahwa adzab-Ku pasti pedih.” (Ibrahim: 7)

Mensyukuri nikmat hidayah Islam itu dengan beberapa cara. Pertama, syukuri nikmat ini dengan menumbuhkan perasaan bahwa kita bangga dan mulia dengan beragama Islam. Kita harus merasa bangga, percaya diri bahwa kita adalah orang Islam. Katakan kepada semua orang dengan penuh kebanggaan, ”Saya adalah orang Islam. Saya adalah umat tauhid. Saya adalah umat Al-Qur’an. Saya adalah umat Muhammad saw.”

Dahulu para sahabat sangat bangga menjadi muslim. Mereka mengatakan, ”Ayahku adalah Islam. Tiada lagi selain Islam. Apabila orang bangga dengan suku mereka, tapi aku bangga nasabku adalah Islam. Suatu ketika Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu ditanya, ”Keturunan siapa Kamu?” Salman yang membanggakan keislamannya, tidak mengatakan dirinya keturunan Persia, tapi ia mengatakan dengan lantang, ”Saya putera Islam.” inilah sebabnya Rasulullah saw mendeklarasikan bahwa, ”Salman adalah bagian dari keluarga kami –ahlul bait-, bagian dari keluarga Muhammad saw.”

Kita harus bangga bahwa kita adalah muslim. Karena faktanya bahwa Islam itu diturunkan sebagai misi dimana Muhammad saw sebagai Rasulnya, juga diturunkan ke muka bumi dengan tujuan menyebarkan kasih sayang. Karena itu kita haruslah bangga, karena kitalah yang dinanti-nanti oleh umat manusia. Kita rahmat bagi alam semesta ini. Kita bagaikan air yang dirindukan oleh orang yang haus dahaga. Kita adalah makanan yang sedang dimimpikan oleh orang yang lapar.

Fakta lain, kiat harus bangga menjadi muslim, adalah bahwa kita mempunyai kitab suci. Al-Qur’an sendiri telah menjamin bahwa kitab ini tidak mungkin ternodai. Tidak satu huruf atau titik pun yang akan merubah kesucian Al-Qur’an yang sudah pasti di pelihara oleh Allah. Karena itu kebenaran Al-Qur’an akan tetap abadi. Al-Qur’an yang ada di Indonesia adalah Al-Qur’an yang ada dan dibaca oleh saudara-saudara kita di muka bumi lain. Al-Qur’an yang dicetak di Indonesia, Arab Saudi, Mesir adalah Al-Qur’an yang dicetak di seluruh dunia. Oleh karena itu, kita mempunyai alasan yang sangat kuat bahwa kitalah pihak yang paling berhak menyampaikan kebenaran dari Allah kepada seluruh umat manusia.

Kita adalah rahmat untuk seluruh umat manusia. Rahmat bagi yang jauh dan dekat. Rahmat dalam keadaan damai dan keadaan perang. Rahmat untuk muslimin dan muslimat. Rahmat untuk manusia dan binatang. Rahmat untuk muslim dan non-muslim. Karena Rasulullah saw dalam peri hidupnya memiliki sikap kasih sayang. Demikianlah Allah swt memuliakan kita dengan Al-Qur’an dan Rasul-Nya.

Cobalah perhatikan, pernah dalam suatu pertempuran Rasulullah saw menyaksikan ada seorang perempuan yang ikut terbunuh. Lalu beliau mengatakan kepada para sahabatnya, ”Tidak mungkin perempuan ini ikut berperang sehingga ia tidak layak di bunuh.” Demikian rahmat Islam dalam peperangan. Rasulullah saw melarang umatnya untuk membunuh perempuan, anak-anak, orang tua, para pendeta, merusak tempat ibadah, memotong mohon. Perang adalah perkara yang sangat dibenci dalam Islam meskipun perang itu sebagai kenyataan yang dipaksakan dalam kehidupan. Itulah sebabnya Islam menjelaskan bahwa kita adalah rahmat untuk manusia sekalipun kita berperang.

Tidak ada manusia yang mencintai perang. Tidak ada manusia yang senang dengan pertumpahan darah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw ada kesempatan untuk membunuh lawan-lawannya dalam peristiwa Fathu Makkah, tapi itu tidak pernah dilakukan oleh beliau. Ketika seluruh orang Quraisy berkumpul di sekeliling masjidil Haram sebagai pihak yang kalah, Rasulullah saw bertanya kepada mereka, ”Apa yang kalian duga yang akan saya lakukan kepada kalian?” orang-orang Quraisy itu tertunduk dengan mengatakan, ”Kami menduga engkau pasti akan melakukan sesuatu yang baik bagi kami karena engkau adalah saudara kami yang mulia,” Kemudian Rasulullah saw mengatakan kepada mereka, ”idzhabu faantum thulaqa’. Hari ini tidak ada dendam. Hari ini kalian bebas semuanya. Pergilah semuanya, kalian bebas.”

Lihatlah bagaimana Rasulullah memperlihatkan kasih sayang, ketulusan dan kecintaannya. Bandingkan dengan karikatur yang digambarkan oleh orang-orang Denmark tentang Rasulullah dengan kartun yang menggambarkan Rasulullah dikelilingi perempuan sambil menghunus pedang. Itu sangat berlawanan dengan kemuliaan dan kasih sayang Rasulullah saw. Karena ternyata fakta sejarah menunjukkan Rasulullah saw justru mampu memunculkan rasa kasih sayang hingga dalam situasi beliau mampu melakukan apa saja terhadap musuh-musuhnya.

Bila kewajiban kita adalah mensyukuri nikmat Islam, maka kita harus bangga dengan Islam, dan itu artinya kita harus istiqamah dan konsisten dengan ajaran Islam. Tidak cukup dengan kata-kata bahwa kita adalah muslim, tapi kita harus mengamalkan apa yang diajarkan oleh Islam. Islam harus mewarnai kehidupan kita, dalam cara berpikir, bersikap, merasa, dan dalam seluruh gaya hidup kita semuanya. Islam sebagai pengarah tunggal dalam kehidupan kita semua.

Solidaritas Islam

Setelah kita mensyukuri nikmat Allah, bahwa kita sebagai muslim, yaitu dengan mengamalkan Islam dengan penuh konsisten, saya ingin agar setiap muslim menumbuhkan dan memiliki solidaritas dengan sesama Muslim yang lain. Bukan hanya untuk sesama muslim yang berada di Indonesia tapi juga bagi seluruh saudara-saudara muslim di seluruh muka bumi. Seorang muslim tidak boleh hidup untuk dirinya sendiri sehingga tidak peduli dengan kehidupan saudara-saudaranya kaum muslimin yang lain. Tapi setiap muslim ketika melakukan shalat, ia mengatakan, ”Iyyaka na’budu waiyyaka nastai’in..” Kepada-Mu lah kami menyembah dan kepada-Mu lah kami meminta pertolongan..”

Mengapa ayat Al-Qur’an menggunakan lafazh “kami” dalam ayat tersebut, karena kita tidaklah sendiri melainkan kita adalah satu kelompok besar manusia, kita adalah satu umat. Begitu juga Allah swt tidak menyeru dengan menggunakan lafazh “Yaa ayyyuhal mukmin, wahai orang beriman, melainkan dengan panggilan, “Yaa ayyuhal ladzina amanu, wahai orang-orang yang beriman, yakni dengan menggunakan lafadz jamak yang berarti banyak.

Oleh karena itu kaum Muslimin harus hidup bahu membahu. Yang kuat mengayomi yang lemah. Yang kaya membantu yang miskin. Kita adalah umat yang satu, yang saling membantu. Ukhuwah adalah pelajaran Islam yang paling penting. Ukhuwahlah yang bisa membangkitkan dan menyatukan umat saat ini. Sebab meskipun kita memiliki jumlah umat yang besar dan jumlah harta yang banyak, tetapi ketika kita menyaksikan ukhuwah itu hilang, maka kita menjadi kelompok paling lemah di antara kelompok umat manusia.

Rasulullah saw mengilustrasikan seorang muslim dengan muslim lainnya ibarat sebuah bangunan yang saling menguatkan. Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw menjelaskan dengan merapatkan jari jemari dari dua tangannya sebagai visualisasi kedekatan, kekerabatan dan kekuatan satu sama lain dalam tubuh umat ini. Bahkan dalam kesempatan yang lain, beliau mengatakan muslim satu dengan muslim yang lain ibarat satu tubuh, dimana jika satu organ tubuh sakit, maka yang lainnya akan merasakan sakit pula. Hanya dengan inilah umat Islam menjadi kuat di mata umat lainnya. Maka apa yang membuat saudara-saudara kita menangis di tempat lain, itu pun seharusnya membuat kita menangis di sini, meskipun kita tidak bersama dengan mereka. Bila saudara kita di belahan bumi lainnya mendapatkan kesenangan dan tertawa gembira, itu juga yang membuat kita tertawa bahagia di sini.

Dalam sebuah syair disebutkan, ”Sesungguhnya musibah menyatukan kita,” Dan saat sekarang ini kita menyaksikan begitu berat kondisi saudara-saudara kita di berbagai belahan bumi Allah swt. Lihatlah bagaimana kondisi saudara-saudara kita di Palestina, Afghanistan, Irak, Somalia, dan berbagai tempat lainnya. Umat Islam sekarang melewati fase krisis yang sangat berat, melebihi krisis yang pernah dilewatinya dalam sejarah. Begitu banyak jiwa melayang di sana, begitu banyak darah yang mengalir di negeri-negeri itu.

Di Palestina, mereka menyulut api fitnah untuk memecah barisan perlawanan kaum muslimin terhadap penjajah Zionis Israel. Mereka ingin pecah perang saudara, antara sesama anak bangsa Palestina. Saya katakan, tidak boleh, haram, terlarang saling membunuh sesama saudara. Begitu juga di Irak, api fitnah berkobar-kobar antara pengikut Sunni dan Syiah. Padahal sebelumnya mereka bisa hidup berdampingan. Saya berulang kali mengatakan dalam khutbah saya, dilarang saling bunuh sesama umat Islam. Saya katakan kepada saudara-saudara di Palestina, antara Hamas dan Fatah, bahwa mereka tidak boleh menumpahkan darah satu orang pun dari rakyat Palestina. Saya juga katakan kepada saudara-saudara warga Syiah di Irak, karena merekalah yang lebih bertanggung jawab atas apa yang kini terjadi di sana. Itu karena mereka memiliki kekuatan yang lebih besar, memiliki referensi agama yang kuat, dimana bila mereka katakan, ”Hentikan pembunuhan atas Muslim Sunni…” maka pertumpahan darah pun bisa berhenti.

Saudara-saudara muslim di Indonesia mempunyai kewajiban untuk memainkan peran lebih besar untuk mendinginkan konflik di dunia Islam. Itu yang saya sampaikan saat saya bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Indonesia negeri muslim terbesar di dunia. Indonesia tidak memiliki masalah dengan negara-negara Islam lainnya. Oleh karena itu, jika Indonesia memainkan perannya, itu akan lebih mudah didengar dan diikuti. Indonesia mempunyai kesempatan dan kekuatan untuk bertindak sebagai mediator dalam masalah konflik di berbagai negeri Islam.

Alangkah perlunya kita saat ini untuk peran-peran itu, sehingga kita bisa menyatukan langkah dan arah ke depan. Hanya dengan persatuan seperti ini lah kita bisa menjadi kuat sebagai sebuah umat. Dan hanya dengan persatuan inilah kita bisa mengembalikan izzul Islam wal muslimin. Allahu a’lam

ditulis oleh Ulis Tofa,Lc di situs DAKWATUNA bulan Januari 2007

Sumber :
http://info-qardhawi.blogspot.com/2010/01/kecintaan-al-qaradhawi-untuk-umat-islam.html

Qardhawi , Guru Umat pada Zamannya


Proyek dan Kontribusi Qardhawi


Dari sekitar tujuh puluh enam tahun perjalanan hidup Syaikh Qardhawi (sampai tahun 2002), minimal ada dua hal yang menjadi main stream aktivitas hidupnya. Pertama adalah aktivitasnya
sebagai seorang intelektual dalam bidang fikih (faqih) dan kedua adalah aktivitasnya yang sangat signifikan dalam shahwah dan harakah Islamiyah. Bagi Qardhawi, ilmu yang diraihnya di Al-Azhar adalah bekalnya dalam menggali khazanah Islam, sedangkan yang didapatkannya di lapangan bersama Ikhwan adalah bekal utamanya dalam menjalani dunia pergeraklan Islam (harakah) dan shahwahIslamiyah. Kita akan mencoba melihat dua proyek besar yang terus menerus digarap oleh Qardhawi dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan umat.

a.Sebagai Seorang Faqih

Seperti telah disebutkan di atas, bahwa Mesir adalah salah satu negara di kawasan Timur Tengah yang sangat kaya dengan khazanah intelektual Islam. Di kawasan yang pernah disinggahi beberapa orang nabi ini, hampir semua aliran pemikiran dan madzhab keagamaan dapat kita
temukan, baik madzhab fikih, kalam maupun tasawuf. Dalam dunia fikih, di negeri ini hampir seluruh madzhab besar (terutama empat madzhab Sunni), tetap hidup dan berkembang. Tidak heran jika di sana ada beberapa daerah yang dikenal sebagai kawasan madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah ataupun Hanbaliyah.

Walaupun demikian, madzhab Imam Syafii adalah madzhab yang dianut oleh mayoritas masyarakat Mesir, terutama di perkampungan. Secara historis, hal tersebut disebabkan karena Imam Syafi’i pernah tinggal lama di Mesir (sampai meninggal dunia) dan di negeri ini pula beliau melahirkan qaul jadid, yaitu pendapat-pendapat yang sangat berbeda dengan yang pernah difatwakannya semasa di Irak (qaul qadîm).

Dalam dunia tasawuf, sampai saat ini di Mesir masih tumbuh subur berpuluh-puluh tarikat sufi yang di antaranya adalah Ahmadiyah (bukan Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad), Naqsyabandiyah, Syadziliyah, Rifa’iyah, Burhamiyah, ditambah puluhan tarikat lainnya yang merupakan cabang dari lima tarikat besar tersebut. Tentu saja tumbuh subur dan terjaganya
khazanah Islam di Mesir ini tidak dapat dilepaskan dari peranan Al-Azhar yang merupakan pemilik otoritas keagamaan bagi seluruh masyarakat Mesir dan selalu membela ajaran Islam di garis paling depan.

Di kampung halaman tempat lahir dan dibesarkannya Qardhawi sendiri, terdapat beberapa madzhab fikih dan aliran-aliran tarikat yang dianut masyarakat secara turun temurun. Tradisi
ketaatan mereka terhadap madzhab tertentu secara ekstrim, telah menyebabkan mereka hidup statis dan monoton yang sering sekali berubah menjadi sikap fanatik yang tidak dapat dibenarkan oleh Islam, sehingga dalam beribadah, mereka tidak lagi mengikuti al-Quran dan Sunnah atau qaul yang argumentatif dan dapat dipertangungjawabakan. Hal tersebut disebabkan karena kepatuhan mereka adalah semata-mata merupakan kepatuhan terhadap indifidu dan bukan pada kekuatan hujjah yang digunakan.
Kondisi inilah yang membesarkan Qardhawi. Akan tetapi ia masih sangat beruntung, karena meskipun hidup di tengah-tengah masyarakat yang madzhab centris, ia masih dapat ‘tercerahkan’ dan memiliki arus berbeda dengan masyarakat di sekitarnya. Tentu saja sikap Qardhawi ini tidak dapat dilepaskan dari peranan dan bantuan para gurunya. Semenjak duduk di tingkat Tsanawiyah, Qardhawi telah banyak belajar agar dapat hidup berdampingan dengan mereka yang memiliki pandangan berbeda. Pada tingkat ini pulalah ia mulai belajar untuk mengikuti hujjah dan bukan mengikuti figur, karena ia mengetahui (sesuai perkataan Imam Malik), bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan kebenaran, meskipun pada perjalanannya, secara tidak disengaja ia melakukan kesalahan. Semua orang
(meskipun seorang ulama besar atau imam madzhab), pendapatnya dapat diterima ataupun ditolak, kecuali Rasulullah saw. Oleh sebab itu, semenjak duduk di tingkat Ibtidaiyah, jika ia mendapatkan gurunya tidak memiliki argumen yang jelas dari al-Quran dan sunnah, ia tidak segan-segan mengkritik dan membantah pendapat gurunya. Melihat sikap kritis Qardhawi kecil ini, ada gurunya yang sangat bangga tetapi ada pula yang merasa ‘jengkel’, sehingga ia pernah diusir dari kelas karenanya.

Sikap seperti ini, semenjak dini telah dibuktikan oleh Qardhawi di tengah-tengah masyarakat, yaitu pada saat ia diminta untuk mengajar ilmu-ilmu agama di sebuah masjid jami’ kampungnya. Saat itu, ia mengajarkan ilmu fikih tetapi yang diajarkannya bukanlah qaul-qaul madzhab Syafi’i yang dianut oleh mayoritas penduduk. Ia mengajarkan fikih langsung dari sumber utamanya, yaitu al-Qur’an dan Sunnah shahihah ditambah dengan fatwa para sahabat. Ia sendiri mengakui bahwa metode pengajaran yang diterapkannya ini diambilnya dari metode yang digunakan oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya.

Tentu saja upaya-upaya Qardhawi tersebut mendapatkan penentangan yang sangat kuat dari masyarakat yang selama ini hanya hidup dalam Syafi’iyah cyrcle. Resistensi masyarakat dan para
ulama tua di kampungnya ini mencapai puncaknya dengan sebuah ‘pengadilan’ yang mereka adakan secara khusus untuk meminta pertanggungjawaban Qardhawi. ‘Pengadilan’ tersebut akhirnya berubah bentuk menjadi sebuah forum polemik seru antara Qardhawi muda dengan para ulama madzhab di kampungnya. Pada perdebatan tersebut, ia berhasil meyakinkan para ulama dan masyarakatnya, bahwa ia bukanlah orang yang membenci madzhab, bahkan ia adalah salah seorang pengagum para imam madzhab dengan kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing.

Ia menganjurkan seandainya kita akan mengambil sebuah qaul dari madzhab tertentu, maka ia harus diambil langsung dari qaul pendirinya yang ditulis dalam buku induknya. (seperti al-Um bagi madzhab Syafi’i), karena jika suatu madzhab semakin dekat kepada sumber-sumber utamanya, maka pengikutnya akan semakin toleran, tetapi jika mereka semakin jauh dari sumber aslinya, justru inilah yang selalu menimbulkan fanatisme buta, meskipun mereka mengetahui bahwa pendapat tersebut tidak memiliki hujjah yang kuat.

Selain itu, sikap toleran yang dimilikinya didapatkan pula dari Ikhwan al-Muslimin, sebuah pergerakan Islam yang membina umat dari berbagai segmen,sehingga ia banyak belajar berbaur dengan mereka yang memiliki faham berbeda memiliki latar belakang pendidikan berbeda.

Sikapnya dalam memperlakukan fikih tersebut berlanjut sampai masa tua. Oleh sebab itu, tidak heran jika pada saat ia mulai mencapai kematangan dalam dunia fikih, ia memilih metode fikihnya dengan semangat moderasi (wasathiyah), toleransi (tasâmuh), lintas madzhab dan selalu menghendaki kemudahan bagi umat (taisîr), serta mengakses penggalian hukum secara langsung dari sumbernya yang asli, yaitu al-Quran dan sunnah shahihah. Dengan metode inilah Qardhawi menjelajahi dunia fikih, dari tema-tema yang paling kecil seperti masalah lalat yang hingap pada air, sampai masalah yang paling besar seperti ‘Bagaimanakah Islam menata sebuah
negara’?, atau dari tema yang paling klasik seperti masalah thahârah, sampai yang paling kontemporer seperti masalah demokrasi, HAM, peranan wanita dalam masyarakat dan pluralisme (ta’addudiyah).

Di dalam ijtihad fikihnya, Qardhawi telah berhasil membuat sebuah formulasi baru dalam memperlakukan fikih, terutama ketika ia berhadapan dengan persoalan-persoalan kontemporer. Di antara formula yang dibangunnya adalah mengenai perlunya dibangun sebuah fikih baru (fiqh
jadîd) yang akan dapat membantu menyelesaikan persoalan-persoalan baru umat. Walaupun demikian, yang dimaksudnya dengan ‘fikih’, tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hukum-hukum juz’i yang diambil dari dalil-dalil terperinci (tafshîlî) seperti
persoalan-persoalan thaharah, shalat, zakat dan lain sebagainya, bukan pula hanya merupakan sebuah sistem ilmu dalam Islam. Lebih dari itu, seraya mengutip al-Ghazali, yang dimaksudnya dengan kata ‘fikih’ adalah merupakan sebuah pemahaman yang komprehensif terhadap Islam, yaitu al-Fiqh (fikih) sebagai al-Fahm (pemahaman). Adapun fikih baru yang berusaha dibangunnya antara lain adalah sebuah fikih terdiri dari:


1. Fikih Keseimbangan (fiqh al-Muwâzanah).

Yang dimaksudnya dengan fikih keseimbangan (muwâzanah) adalah sebuah metode yang dilakukan dalam mengambil keputusan hukum, pada saat terjadinya pertentangan dilematis antara maslahat dan mafsadat atau antara kebaikan dan keburukan, karena menurutnya, di zaman kita sekarang ini sudah sangat sulit mencari sesuatu yang halal seratus persen atau yang haram seratus persen. Menurutnya, dengan menggunakan sistem fikih seperti ini, kita akan dapat memahami: Pada kondisi seperti apakah sebuah kemudaratan kecil boleh dilakuakan
untuk mendapatkan kemaslahan yang lebih besar, atau kerusakan temporer yang boleh dilakukan untuk mempertahankan kemaslahatan yang kekal, bahkan kerusakan yang besar pun dapat dipertahankan jika dengan menghilangkannya akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar.

2. Fikih realitas (Fiqh Wâqi’î).

Yang dimaksudkannya dengan fikih wâqi’î adalah sebuah metode yang digunakan untuk memahami realitas dan persoalan-persoalan yang muncul di hadapan kita, sehingga kita dapat menerapkan hukum sesuai dengan tuntutan zaman.

3. Fikih prioritas (Fiqh al-Aulawiyât).

Yang dimaksudnya dengan fikih prioritas adalah sebuah metode untuk menyusun sebuah sistem dalam menilai sebuah pekerjaan, mana yang seharusnya didahulukan atau diakhirkan. Salah satunya adalah bagimana mendahulukan ushûl dari furû’, mendahulukan ikatan Islam dari ikatan yang lainnya, ilmu pengethuan sebelum beramal, kualitas dari kuantitas, agama dari jiwa serta mendahulukan tarbiyah sebelum berjihad.

4.Fiqh al-Maqâshid al-Syarî’ah,

yaitu sebuah fikih yang dibangun atas dasar tujuan ditetapkannya sebuh hukum. Pada teknisnya, metode ini ditujukan bagaimana memahami nash-nash syar’i yang juz’î dalam konteks maqâshid al-Syarî’ah dan mengikatkan sebuah hukum dengan tujuan utama ditetapkannya hukum tersebut, yaitu melindungi kemaslahatan bagi seluruh manusia, baik dunia maupun akhirat. Ia mengutip Ibn Qayyim yang mengatakan, bahwa prisip utama yang menjadi dasar ditetapkannya syari’ah adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, maka seluruh kandungan syari’ah selalu berisi keadilan, kasih sayang Tuhan dan hikmah-Nya yang mendalam. Dengan demikian, segala sesuatu yang di dalamnya mengandung kelaliman, kekejian, kerusakan dan ketidakbergunaan, maka pasti ia bukanlah syari’ah.

5. Fikih perubahan (Fiqh al-Tagyîr).

Ia adalah sebuah metode untuk melakukan perubahan terhadap tatanan masyarakat yang tidak Islami dan mendorong masyarakat untuk melakuakn perubahan tersebut.

Selain itu, kontribusi lain yang diberikan Qardhawi dalam bidang fikih adalah bagaimana mencairkan kejumudan umat Islam dalam menghadapi zaman. Menurutnya, salah satu penyebab kejumudan tersebut adalah berhentinya kreativitas umat dalam berijtihad yang merupakan dapur utama kemajuan mereka. Dari masa ke masa, persoalan umat selau berkembang, terutama setelah terjadinya inovasi-inovasi baru dalam bidang sains dan teknologi, sementara seperti kita fahami bersama, jumlah ayat al-Quran dan hadits nabi,
sampai kiamat mustahil akan bertambah. Oleh sebab itu, tidak ada cara lain untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut kecuali melalui jalan ijtihad yang didasarkan pada prinsip-prinsip utama ajaran Islam.

Menurutnya, melakukan ijtihad adalah merupakan sebuah kewajiban agama kolektif (fardlu kifâyah), artinya pada setiap zaman harus ada seseorang yang mampu dan mau melakukannya, bahkan bagi mereka yang sudah mencapai kemampuan untuk melakukanya, ijtihad adalah merupakan sebuah kewjiban indifidual (fardhu ‘ain)..

Meskipun demikian, menurut Qardhawi, dalam melakukan ijtihad kontemporer, terdapat beberapa kode etik ijtihad yang harus menjadi acuan utama para mujtahid, baik yang berhubungan dengan para mujtahid (sebagai subjek) maupun yang berhubungan dengan tema persoalan (objek). Kode etik yang berkenaan dengan para mujtahid antara lain:

Pertama : Dalam melakukan ijtihad, hendaknya seseorang telah memiliki perangkat-perangkat utama yang diperlukan dalam berijtihad. Perangkat-perangkat tersebut antara lain: harus memahami bahasa Arab, memiliki pengetahuan yang memadai mengenai al-Quran dan sunnah, ushul fikih serta memiliki keahlian dalam beristidlal. Syarat lain yang tidak kalah penting adalah agar seorang mujtahid benar-benar memahami kondisi zamannya, sehingga ia dapat menetapkan sebuah hukum yang sesuai dengan tuntutan zamannya. Dengan demikian, maka seorang mujtahid tidak akan menjadi masyarakat elit yang berada di menara gading, dan keputusan hukum yang diambilnya jauh dari realitas umat, dengan istilah lain mujtahid fî wâdin dan realitas umat fî wâdin âkhar. Artinya, dalam menentukan hukum, ia tidak akan memandang sebuah kasus hanya sebagai kasus yang berdiri sendiri tanpa melihat latar belakang dan faktor-faktor penyebabnya. Ia mencontohkan hal ini dengan ijtihad Ibn Taimiyah. Pada saat Ibn Taimiyah bersama beberapa orang muridnya melewati barak tentara Tatar, beliau mendapatkan mereka sedang pesta mabuk. Tentu saja para murid Ibn Taimiyah tidak dapat menerima kenyataan ini. Akan tetapi kepada para muridnya Ibn Taimiyah berkata: “Biarkan saja mereka tenggelam dalam mabuk dan khamar. Allah telah mengharamkannya karena ia dapat
menghalangi seseorang dari dzikir dan shalat, tetapi saat ini kita lihat khamar telah menghalangi mereka dari melakukan pembunuhan dan peperangan”

2. Dalam melakukan ijtihad, hendaklah seorang mujtahid selalu independen dan tidak berada di bawah tekanan pihak manapun. Memang kode etik ijtihad tersebut sangat ideal dan menjadi kriteria untama untuk seorang mujtahid muthlak. Akan tetapi pada prakteknya, semua orang dapat melakuakn ijtihad dalam bidang tertentu yang menjadi spesialisasinya atau yang disebut dengan al-Mujtahid al-Juz’î, yaitu seseorang yang hanya berijtihad pada beberapa persoalan yang menjadi spesialisasinya saja.
Adapun kode etik yang berhubungan dengan objek ijtihad adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya ijtihad yang dilakukan hanya pada wilayah-wilayah yang dzannî, baik dzannî dilâlah maupun dzannî al-Tsubît. Dengan demikian kita tidak diperkenankan untuk berijtihad pada persoalan-persoalan yang qathî, karena persoalan yang didasarkan pada dalil qath’i, bukan merupakan wilayah ijtihad.
2. Ijtihad dapat dilakukan baik dalam tema-tema yang benar-benar baru (ijtihâd insyâ’î) maupun dalam memilih pendapat yang argumennya paling kuat, paling sesuai dengan Maqâshid
al-Syarî’ah dan paling maslahat bagi umat.


b.Dalam Dunia Dakwah (Harakah Dan Shahwah Islamiyah)

Selain sebagai seorang penulis dan pemikir produktif, Qardhawi aktif pula dalam dunia dakwah (harakah dan shahwah Islamiyah). Yang dimaksud dengan shahwah adalah sebuah upaya untuk
membangkitkan umat dari keterlenaan, keterbelakangan, kejumudan dan melepaskan mereka dari konflik internal melalui berbagai wujud usaha dengan tujuan memperbaharui agama, sehingga dapat memperbaharui kehidupan dunia mereka. Pada tataran teknis, cita-cita shahwah tersebut berusaha diwujudkan dalam sebuah aktivitas harakah. Ia menyadari bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, tidak dapat dilakukan secara individual, tetapi ia membutuhkan sebuah kerja massal (‘amal jamâ’i) yang tersusun dan terprogram secara rapi.

Oleh karena hal inilah maka semenjak duduk di tingkat Tsanawiyah, Qardhawi telah memulai tugas berdakwah dengan bergabung bersama Ikhwan dan semenjak awal, ia telah dipersiapkan agar menjadi salah seorang kader terbaik mereka. Salah satunya adalah pada saat ia ditunjuk untuk menjadi da’i Ikhwan untuk seluruh Mesir, dari Provinsi Alexandria (Iskandariyah) sampai Aswan dan Sinai, bahkan ia pernah ditugaskan berdakwah di beberapa negara Arab seperti Suria, Libanon dan Yordania, dengan dana yang didapatkannya dari Ustadz Hasan al-Hudhaibi, Mursyid ‘âm Ikhwan yang kedua, padahal saat itu ia masih berstatus sebagai seorang mahasiswa.

Selain menjadi aktivis di lapangan, Qardhawi juga adalah merupakan salah seorang pemikir yang ide-idenya banyak dijadikan sebagai referensi oleh para aktivis harakah. Menurutnya, yang
dimaksud dengan harakah adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan secara kolektif dan dimulai dari masyarakat paling bawah (bottom up) dan terorganisir secara rapih dalam upaya mengembalikan masyarakat kepada ajaran Islam. Menurut Qardhawi, tujuan utama yang harus direalisasikan oleh sebuah harakah Islamiyah adalah bagaimana mewujudkan sebuah pembaharuan (tajdîd).
Melakukan tajdîd adalah merupakan sebuah sunnatullah yang akan terus berulang. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud dan al-Hakim: “Sesunggunya pada setiap seratus tahun, Allah akan mengutus untuk umat ini, orang yang memperbaharui agamanya”. Yang dimaksudkannya dengan pembaharuan (tajdid) adalah sebuah upaya untuk memperbaharui pemahaman keagamaan, keimanan, sikap iltizam kepada agama serta memperbaharui metode dakwah yang digunakan. Ia bukanlah sebuah usaha untuk membuat aturan baru dalam agama dengan merubah prinsip-prinsip baku (tsawabit) atau merusak tatanan ajaran yang qath’i.

Adapun bidang-bidang yang harus diprioritaskan dalam memncapai tujuan tersbeut antara lain adalah: pendidikan (tarbiyah), pekerjaan politik (siyâsah), ekonomi (iqtishâdiyah), sosial (ijtimâ’iyah), media massa (wasâ’il al-‘Ilâm) dan pekerjaan ilmiah.

Kontribusi Qardahawi dalam dunia dakwah tersebut, sangat kental dengan warna Hasan al-Bana. Dalam hal ini kita dapat mengatakan, jika Ustadz al-Bana adalah merupakan pendiri (mu’assis) dan disigner harakah Ikhwan, kemudian diteruskan oleh para mursyid ‘âm lainnya, maka kemunculan Qardhawi dalam harakah ini adalah sebagai penyambung lidah dan penerus cita-cita al-Bana. Kita mengetahui bersama bahwa perjuangan al-Bana dalam membesarkan harakah tersebut telah sampai pada tahap pembentukan sebuah harakah yang terorganisir. Setelah lama berkembang, maka kemunculan Qardhawi dalam gerakan ini adalah sebagai orang yang berusaha memagari harakah tersebut.

Oleh sebab itu, karya-karya utama Qardhawi dalam bidang harakah dan shahwah Islamiyah, selalu diarahkan kepada upaya memperkokoh gerakan tersebut. Di antara karya-karyanya yang diarahkan kepada tujuan tersebut adalah al-Shahwah al-Islâmiyyah baina al-Juhûd wa al-Tatharruf, al-Shahwah al-Islâmiyyah baina al-Ikhtilâf al- Masyrû’ wa al-Tafarruq al-Madzmûm, al-Shahwah al-Islâmiyyah wa Humûm al-Wathan serta Aulawiyyât al-Harakah al-Islâmiyah fi al-Marhalah al-Qadîmah. Pada empat karya tersebut, Qardhawi berusaha keras membuat batasan-batasan etis yang harus dipegang dalam menjalankan tanggung jawab harakah, serta mengobati penyakit yang biasanya menghingapi para aktivis harakah. Menurut Qardhawi, hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang aktivis harakah Islamiyahadalah bagaimana mewujudkan sikap moderat (wasathiyah) dan menghindari sikap ekstrem (tatharruf), menghindari sikap yang terlalu mudah mengkafirkan seseorang (takfîr) serta sudah saatnya agar harakah Islamiyah membuka diri untuk berdialog dengan arus yang selama ini berseberangan dengan mereka, baik kalangan sekuler, orientalis, mereka yang berbeda agama, bahkan dialog dengan mereka yang ateis, sehingga harakah Islamiyah tidak lagi diasumsikan sebagai gerakan yang ekslusif

Satu hal yang tidak kalah penting bagi para aktivis harakah Islamiyah adalah agar mau merangkul semua kelompok yang sama-sama memiliki dedikasi untuk Islam, sehingga dalam menghadapi berbagai kekuatan dan pemikiran yang akan merusak jati diri Islam, mereka dapat
bersatu padu dalam sebuah barisan yang kokoh dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki bersama.

Pro-Kontra Seputar Pemikiran Qardhawi

Adalah merupakan salah satu sunnah Allah bahwa kehidupan manusia tidak akan ada yang mencapai kesempurnaan. Tidak ada seseorang yang ide-idenya akan selau mulus diterima tanpa reserve oleh berbagai kelompok. Begitu pula dengan usaha-usaha yang dilakuakan oleh Qardhawi, karena selain para pengagum yang selalu terperangah dengan ide-ide briliannya,ada juga kelompok lain yang harus ‘berfikir dua kali’ untuk menerima ide-idenya, bahkan ada pula yang mencurigai seluruh usahanya. Pada dasarnya kritikan yang disampaikan oleh siapa dan kepada siapa pun, akan sangat konstruktif jika dilakukan dengan cara-cara yang cerdas dan beradab, sehingga generasi yang akan datang, dapat belajar banyak dari mereka. Akan tetapi, semua itu akan menjadi preseden buruk bagi masa depan umat, jika dilakukan secara emosional dan penuh kecurigaan.

Pada konteks inilah kita akan memahami pihak-pihak yang berseberangan dengan Qardhawi. Di antara para ulama yang mengkritik Qardhawi dengan ilmu dan menghargai seluruh usahanya adalah Syaikh Nashiruddin al-Albani (peneliti hadits terbesar abad 20), Syaikh Abdullah bin Beh dan Syaikh Rasyid al-Ghanusi. Untuk mengkritik Qardhawi, Syaikh al-Albani, menulis sebuah buku yang berjudul Ghâyah al-Marâm fî Takhrîj Hadîts al-Halâl wa al-Harâm. Pada buku ini beliau berusaha meneliti (takhrîj) kesahihan hadis-hais yang digunakan Qardhawi dalam bukunya yang
berjudul al-Halâl wa al-Harâm fî al-Islâm. Selain itu, menurut Isham Talimah, kelompok yang keras mengkritik pemikiran Qardhawi adalah mereka yang menamakan diri sebagai kaum Salafî. Ia telah menemukan ada oknum mereka yang menulis sebuah buku yang berjudul al-Qardhâwi fî al-Mîzân. Buku ini beredar luas di Sudi Arabia. Isham Talimah mengatakan, bahwa ia pernah bertanya mengenai persoalan ini kepada salah seorang pejabat Konsul Saudi Arabia di Qathar. Ternyata ia menjawab bahwa buku tersebut ditulis oleh seseorang yang tidak dikenal, karena ulama-ulama Saudi sangat respek terhadap pemikiran Qardhawi. Buku ini telah dijawab dengan
ilmiah dan penuh tangung jawab oleh salah seorang mantan hakim Syari’ah Qathar, Syaikh Walid Hadi.

Sumber :
http://info-qardhawi.blogspot.com/2009/12/qardhawi-guru-umat-pada-zamannya.html

Ringkasan Buku Fiqh Ikhtilaf Yusuf Qardhawi

MUKADDIMAH
Wajar jika Islam menghadapi musuh dari luar, sesuai sunnatut tadaafu‘(sunnah pertarungan) antara ynag haq dan yang bathil. Sebagaimana ketetapan Allah pada surat Al Furqan 31 yang artinya,“Demikianlah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa.“

Yang perlu dikhawatirkan adalah jika musuh itu datang dari dalam tubuh Islam sendiri, gerakan Islam yang satu dengan gerakan Islam lainnya. Perbedaan yang terlalu dibesarkan dan dipermasalahkan dan menimbulkan perpecahan. Oleh sebab itu kita sangat memerlukan kesadaran yang mendalam mengenai apa yang disebut Fiqhul Ikhtilaf.

Ia merupakan salah satu dari 5 fiqh;
a. fiqhul maqashid(sasaran), membahas ttg sasaran syari’At dalam segal aspek kehidupan
b. fiqhul aulawiyat, skala prioritas
c. fiqhus sunnah, sunnah kauniaah dan ijtima’iah.
d. Fiqhul muwazanah bainal mushalih wal mafasid,, pertimbangan antara kemashalatan dan kemudharatan
e. Fiqhul ikhtilaf, perbedaan pendapat.

PENDAHULUAN
Macam-macam dan sebab ihtilaf atau perselisihan:

A. Faktor akhlaq.

Diantaranya antara lain karena:
- membanggakan diri dan kagum pendapat sendiri
– buruk sangka dan mudah menuduh orang tanpa bukti
– egoisme dan mengikuti hawa nafsu
– fanatik kepada pendapat orang, mazhab atau golongan
– fanatik kepada negeri, daerah, partai, jama’ah atau pemimpin

Kesemuanya ini akhlaq yang tercela dan hal yang mencelakakan. Kita wajib menghindari sifat-sifat tersebut.

B. Faktor Pemikiran
Timbul karena perbedaan sudut pandang mengenai suatu masalah.
- masalah ilmiah, perbedaan menyangkut cabang syari’At dan beberaa maslah aqidah yang tidak menyentuh prinsip-prinsip pasti
- masalah alamiah, perbedaan mengenai sikap politik dan pengabilan keputusan atas berbagai masalah
- masalah politk, perbedaan yang bersifat politis dan fiqhi
- Ikhtilaf fikriah, perbedaan pandangan mengenai penilaian terhadap sebagian ilmu pengetahuan atau mengenai penilaian terhadap sebagian peristiwa sejarah.

Perbedaan yang terbesar umumnya adalah mengenai fiqhi dan aqidah.

BAGIAN PERTAMA
PERSATUAN ADALAH KEWAJIBAN, PERPECAHAN ADALAH DOSA

I. PERSATUAN ADALAH SUATU KEWAJIBAN ISLAM
Sasaran kerja para da’i dan aktivitas Islam adalah persatuan, ta’liful qulub, kerapihan dan kekokohan barisan. Kita harus menjauhi perselisihan dan perpecahan serta menghindari segal hal yang dapat memecahbelah jama’ah. Perselisihan akan menimbulkan kerusakan pada hubungan baik sesama saudara dan melemahkan agama, ummat dan dunia.

AL Qur’an Surat Ali Imran 100 – 107 merupakan ajakan serius kepada persatuan pandangan hidup dan kesatuan barisan Muslim diatas landasan Islam. Ayat-ayat tersebut mengandung:
a. peringatan agar berhati-hati terhadap intrik-intrik orang-orang di luar Islam
b. mengungkapkan bahwa perstauan merupakan buah keimanan dan perpecahan adalah buah kekafiran.
c. Berpegang teguh pada tali Allah, dari semua pihak merupakan asaaas persatuan dan kesatuan kaum Muslimin. Tali Allah adalah Islam dan Al Qur’an.
d. Mengingatkan bahwa ukhuwah imaniyah, setelah beraneka permusuhan dan peperangan Jahiliah, merupakan nikmat terbesar sesuah nikmat iman.
e. Tidak ada sesuatu yang dapat mempersatukan ummat kecuali jika ummat memiliki sasaran besar dan risalah yang diperjuangkan.. Dan tidak ada sasaran yang lebih besar selain dakawah kepada kebaikan yang dibawa oleh Islam
f. Sejarah telah mencatat bahwa orang-orang sebelum kita telah berpecah-belah dan berselisih dalam masalah agama, kemudian mereka binasa, walaupun mereka telah mendapatkan penjelasan dan pengetahuan dari Allah sebelumnya.

Dalam Al Qur’an dijelaskan mengenai ukhuwah (Al Hujurat 10) dan sejumlah adab dan akhlak utama (AL Hujurat 11 – 12). Juga sangat mengecam perpecahan (AL An’am 65, Al An’am 159, Asy Syura 13)
Dalam As sunnah juga banyak sekali menyinggung masalah ini. As sunnah mengajak kepada kehidupan jama’ah, persatuan, mengecam tindakan nyeleneh dan perpecahaan, mengajak kepada ukhuwah dan mahabbah. As sunnah mencela permusuhan dan perselisihan.

"Penyakit ummat sebelum kamu telah menjangkit kepada kalian; kedengkian dan permusuhan. Permusuhan adalah pencukup, Aku tidak mengatakan mencukur rambut tetapi pencukur agama. Demi Dzat yang diriku berada di tengahtengahNya, kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai."(HR Tirmidzi)

ISLAM MEMBENCI PERPECAHANIslam sangat membenci perpecahan dan perselisihan sampai Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang yang sedang membaca Al Qur’an agar menghentikan bacaanya jika bacaannya itu akan mengakibatkan perpecahan.

"Bacalah AL Qur’an selama bacaan itu dapat menyatukan hati kalian, tetapi jika kalian berselisih makan hentikanlah bacaan itu." (HR Bukhari & Muslim)

Kendati keutamaan membaca Al Qur’an sangat besaar,namun Nabi SAW tidak mengizinkan membacanya jika bacaan itu membawa kepada perselisihan dan pertentangan. Jika perselisihan mengangkut pemahaman makna maka harus dibaca dengan berpegang teguh kepada pemahaman dan pengertian yang akan menumbuhkan kesatuan.

Jika terjadi perselisihan atau timbul suatu keraguaan maka hendaklah bacaan itu ditinggalkan dan berpegang teeguh pada yang Muhkam yang akan membawa persatuan.

MENGAPA HARUS MENJAGA PERSATUAN DAN KESATUAN?Manfaat dan pengaruh positifnya sangat banyak, antara lain:
1. memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah kekuatan bagi yang sudah kuat.
2. Merupakan benteng pertahanan dari ancaman kehancuran.

II. PERPECAHAN UMMAT BUKAN SUATU KELAZIMAN
Ada yang berpendapat bahwa perpecahan adalah lazim (umum, dianggap biasa dan merupakan ketetapan yang telah ditetapkan Allah, dengan alasan:
1. Adanya sejumlah hadits yang mengabarkan bahwa Allah menimpakan keganasan sebagian Ummat kepada sebagian yang lain
"Aku meminta kepada Allah tiga hal lalu Dia memberiku dua hal dan menolak yang satu. Aku meminta kepada Allah agar membinasakan ummatku dengan bencana kelaparan lalu Dia mengabulkannya. Aku meminta-Nya agar tidak membinasakan Ummatku dengan bencana banjir lalu Dia mengabulkannya. Dan aku meminta-Nya agar tidak menimpakan keganasan sebagian ummatku kepada sebagian yang lain tetapi Dia menolak permintaanku ini." HR Muslim, Dan hadits-hadits lainnya yang serupa

Hadits itu dan juga hadits lainnya yang semakna menunjukkan bahwa Allah menjamin 2 hal bagi umat Nabi-Nya, yaitu:
a. Allah tidak akan membinasakan Ummat Nabi SAW dengan bencana yang pernah ditimpakan kepada ummat-ummat terdahulu
b. Allah tidak akan menguasakan musuh atas mereka sampai kepada batas menindas dan melenyapkan eksistensi mereka sama sekali.

Permintaan Nabi SAW agar Allah tidak menimpakan perpecahan kepada ummat ini ditolak. Artinya persoalan tsb diserahkan kepada sunnah kauniyah, sunnah ijtima’iah dan hukum sebab akibat lainnya. Dalam hal ini ummat ini berkuasa penuh atas dirinya. Allah tidak memaksakan sesuatu kepadanya dan tidak pula memberi kekhususan.

Semua tergantung dari ummat itu sendiri apakah menyambut perintah Rabbnya, perintah Nabinya, menyatukan kalimat, merapikan barisan dan berhasil merebut kemenangan atas musuh Allah. Atau berpecah belah dan dikuasai musuh.

Hadits tersebut tidak mengisyaratkan bahwa perpecahan adalah lazim, karena banyak justru ayat-ayat Al Qur’an yang melarang mengecam perpecahan.

2. Hadits tentang perpecahan Ummat menjadi 73 golongan
Hadits ini tidak termasuk dalam Bukhari dan Muslim, yang berarti hadits ini tidak shahih menurut salah satu syarat dari keduanya.

Sebagian riwayat lain tdak menyebutkan tambahan ,“Semua golongan akan masuk neraka kecuali satu.“. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, AL Hakim, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Akan tetapi perawinya Muhammad bin Amer, dinilai sebagai orang yang jujur tapi banyak kelemahannya
Sedang hadits yang dengan tambahan, diriwayatkan oleh Abdullah bin Amer, Mu’awiyah, Auf bin Malik dan Anas ra. Tapi semuanya bersanad lemah.

Hadits tersebut dengan tambahannya dapat menimbulkan perpecahan dan menyesatkan dan saling mengkafirkan kalangan ummat Islam. Oleh karena itu beberapa ulama menolak hadits tersebut baik dari segi sanad maupun makna.
Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa tambahan ini adalah palsu.

BAGIAN KEDUA
LANDASAN PEMIKIRAN BAGI FIQHUL IKHTILAF

I. PERBEDAAN MASALAH FURU‘: KEMESTIAN; RAHMAT DAN KELELUASAAN
Upaya penyatuan adalah suatu hal yang tidak mungkin, malahan akan mempeluas perbedaan itu sendiri dan perselisihan. Upaya-upaya seperti itu hanya menunjukkan kedunguan. Perbedaan merupakan suatu kemestian dan tidak dapat dihindari.

Antara lain dapat disebabkan karena:
a. tabi’at agama, adanya ayat-ayat mutasyabihat yang memang menuntut kita untuk berijtihad
b. tabi’at bahasa, adanya pemahaman yang berbeda dari makna yang terkandung.
c. tabi’at manusia, yang diciptakan berbeda-beda dan memiliki kepribadian, tabi’at, pemikiran sendiri-sendiri. Hal ini merupakan perbedaan macam atau variasi dan bukan merupakan perbedaan yang mengarah ke pertentangan
d. tabi’at alam dan kehidupan; alam diciptakan bervariasi dan berbeda-beda.

Perselisihan yang ditolerir: ketika seseorang melakukan amal perbuatan yang didasarkan pada hujjah atau pengetahuan orang sebagai dasar untuk melakukannya tanpa disertai permusuhan dan celaan kepada orang yang berbeda dengannya.

Perbedaan yang tercela:
- yang bermotif pembangkangan, kedengkian, dan mengikuti hawa nafsu.
- yang mengakibatkan perpecahan dan permusuhan ummat

II. MENGIKUTI MANHAJ PERTENGAHAN DAN MENINGGALKAN SIKAP BERLEBIHAN DALAM AGAMA
Mengikuti manhaj pertengahan yang mencerminkan tawazun atau keseimabngan dan keadilan, jauh dari sikap berlebihan atau mengurangi ajaran.

Hadits Rasulullah SAW,“Binasalah orang-orang yang berlebihan“. Orang-orang ynag berlebihan ini menurut Imam Nawawi adalah orang yang ucapan dan perbuatan mereka terlalu dalam dan melampaui batas.

Ciri lainnya adalah selalu memperbanyak pertanyaan yang hanya akan menghasilak kesusahan dan kesempitan. Prinsip umum dari shahabiyah ra adalah tashil/memudahkan dan musamahah/toleransi.

III. MENGUTAMAKAN MUHKAMAT BUKAN MUTASYABIHAT
Berdasarkan surat Ali Imran 7. Apabila ayat-ayat muhkamat ditinggalkan makan terbukalah pintu erdebatan dan perbantahan. Rasulullah SAW mengecam tindakn mempertentangkan satu ayat al Qur’an dan ayat lainnya dan tidka mengembalikan ayat mutasyabihat kepada ayat-ayat muhkamat.

Tindakan mempertentangkan satu ayat dengan ayata yang lin biasanya terjadi karena mengikuti ayat-ayat mutasyabihat yang bergam penunjukkannya dan nampak secara lahiriah saling bertentangan. Jika dikembalikan kepada ayat-ayat muhkamat niscaya pertentangan akan sirna.

IV. TIDAK MEMASTIKAN DAN MENOLAK DALAM MASALAH-MASALAH IJTIHADIAH
Para ulama kita menegaskan tidak boleh ada penolakan dari seseorang kepada orang lain dalam masalah ijtihadiah.

V. MENELA’AH PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA
Agar kita mengetahui beragamnya mazhab dan bervariasinya sumber pengambilan, juga sudut pandang dan dalil-dalil yang mendasarinya. Hal ini membantu lahirnya sikap toleransi dan tenggang rasa.

Yang penting diingat adalah tidak mengagumi pendapat sendiri dan tidak mencela pendapat orang lain.

VI. MEMBATASI PENGERTIAN DAN ISTILAH
Kita harus membatasi beberapa pemahaman yang menjadi sebab terjadinya perselisihan itu. Seringkali suatu istilah dipertengtangkan dengan sengit. Harus dibatasi. Diluruskan, dijelaskan pemahamannya agar tidak disalahpahami oleh orang-orang yang dapat mengakibatkan vonis sesat dan menyesatkan.

VII. MENGGARAP MASALAH BESAR YANG DIHADAPI UMMAT
Ummat memiliki permasalahan yang lebih besar dibandingkan harus mempermasalahkan perbedaan yang ada. Apabila kita sepaham mengenai masalah besar yna gkita hadapai dan menjadikan cita-cita bersama dan tujuan kita bersama, niscaya perbedaan yang ada tidak akan diperbesarkan dan dipersilisihkan.

Sebaiknya energi dan pikiran kita dipusatkan ke situ, antara lain:
- IPTEK
- Sosial ekonomi
- Politik
- Ghazwul fikri
- Zionisme
- Perpecahan dan sengketa di Dunia Arab dan Islam
- Dekandensi moral

VIII. BEKERJASAMA DALAM MASALAH YANG DISEPAKATI
Masalah khifafiah hendaknya tidak dibesar-besarkan sehingga menghabiskan dan menguras waktu dan tenaga. Persoalan kaum muslimin bukanlah terletak pada perbedaan masalah-masalah khilafiah yang didasarkan pada ijtihad, akan tetapi terletak pada tidak difungsikannya akal, pembekuan fikiran, pembisuan kehendak, pemasungan kebebasan, perampasan hak asasi, pengabaian kewajiban, tersebarnya egoisme, pengabaian sunnah-sunnah Allah ttg alam dan masyarakat, kesewenangan ata kebenaran dsb.nya

Masalah-masalah ummat yang bisa kita sepakati sangat banyak, sebaiknya kita bekerjasama menyelesaikannya.

IX. SALING TOLERANSI DALAM MASALAH YANG DIPERSELISIHKAN
Toleransi dlm masalah yang diperselisihkan dapat dilakukan jika kita tidak fanatik terhadap satu pendapat yang bertentangan dengan pendapat yang lain.

Prinsipnya;
- menghormati pendapat orang lain
- menyadari kemungkinan beragamnya kebenaran
- kesadaran dan kenyataan bahwa berbagai perselisihan yang kita saksikan bukan ttg hukum syar’i

X. MENAHAN DIRI DARI ORANG YANG MENGUCAPKAN „LAA ILAAHA ILLALLAAH“
Tindakan yang paling berbahaya yang dapat menghancurkan persatuan ummat ialah takfir/pengkafiran sesama muslim.

Rasulullah SAW mengecam takfir ini dalam berbagai haditsnya, salah satu yang diriwayatkan Ibnu Umar,"Apabila seseorang berkata kepada saudaranya,'wahai si kafir', maka panggilan itu kembali kepada salah satu jika ia seperti apa yang dikatakan. Tetapi jika tidak, maka panggilan itu akan kembali kepada yang mengucapkan.“

Dalam hadits lain,“ Barangsiapa menuduh kafir seorang Mu’min maka ia seperti membunuhnya.“

Sumber : http://catatanhati.blogsome.com/2003/01/20/fiqh-perbedaan/

Siapakah yang layak disebut kafir?


Yang layak disebut kafir ialah orang yang dengan terang-terangan tanpa malu menentang dan memusuhi agama Islam, menganggap dirinya kafir dan bangga akan perbuatannya
yang terkutuk.

Bukan orang-orang Islam yang tetap mengakui agamanya secara lahir, walaupun dalamnya buruk dan imannya lemah, tidak konsisten antara perbuatan dan ucapannya. Orang itu dalam Islam dinamakan "munafik" hukumnya.

Di dunia dia tetap dinamakan (termasuk) orang Islam, tetapi di akhirat tempatnya di neraka pada tingkat yang terbawah.

Di bawah ini kami kemukakan golongan (orang-orang) yang layak disebut kafir tanpa diragukan lagi, yaitu:

1. Golongan Komunis atau Atheis, yang percaya pada suatu falsafah dan undang-undang, yang bertentangan dengan syariat dan hukum-hukum Islam. Mereka itu musuh agama, terutama
agama Islam. Mereka beranggapan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat.

2. Orang-orang atau golongan dari paham yang menamakan dirinya sekular, yang menolak secara terang-terangan pada agama Allah dan memerangi siapa saja yang berdakwah dan
mengajak masyarakat untuk kembali pada syariat dan hukum Allah.

3. Orang-orang dari aliran kebatinan, misalnya golongan Duruz, Nasyiriah, Ismailiah dan lain-lainnya. Kebanyakan dari mereka itu berada di Suriah dan sekitarnya.

Al-Imam Ghazali pernah berkata:

"Pada lahirnya mereka itu bersifat menolak dan batinnya kufur."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata:

"Mereka lebih kafir daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena sebagian besar mereka ingkar pada landasan Islam."

Seperti halnya mereka yang baru muncul di masa itu, yaitu yang bernama Bahaiah, agama baru yang berdiri sendiri. Begitu juga golongan yang mendekatinya, yaitu Al-Qadiyaniah, yang beranggapan bahwa pemimpinnya adalah Nabi setelah Nabi Muhammad saw.

---------------------------------------------------
FATAWA QARDHAWI, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Penerbit Risalah Gusti
Cetakan Kedua, 1996
Jln. Ikan Mungging XIII/1
Telp./Fax. (031) 339440
Surabaya 60177

Sekilas Tentang Yusuf al-Qaradawi

Yusuf al-Qaradawi (lahir di Shafth Turaab, Kairo, Mesir, 9 September 1926; umur 84 tahun) adalah seorang cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir. Ia dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era modern ini.

Selain sebagai seorang Mujtahid ia juga dipercaya sebagai seorang ketua majelis fatwa. Banyak dari fatwa yang telah dikeluarkan digunakan sebagai bahan rujukan atas permasalahan yang terjadi. Namun banyak pula yang mengkritik fatwa-fatwanya.

Profil Pribadi

Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta Sungai Nil, pada usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam "pendidikan" penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.

Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim saat itu.

Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.

Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, orang-orang bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Yusuf_al-Qaradawi